”Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS 2: 184)
Ayat di atas jelas mengajak kita untuk merenung dan berpikir mengapa ibadah puasa baik bagi kita? Menjalankan ibadah puasa bukan sekadar melaksanakan kewajiban kita terhadap perintah Allah SWT. Lebih dari itu, menjalankan ibadah puasa juga membawa implikasi besar bagi sisi kejiwaan sang pelaku.
Alan Cott dalam buku berjudul Fasting as a Way of Life dan Fasting the Ultimate Diet mengatakan bahwa gangguan kejiwaaan seperti susah tidur, cemas yang berlebihan, gelisah dan resah tanpa alasan, dapat direduksi dengan melakukan terapi puasa. Hal ini ia buktikan melalui sebuah penelitian di Rumah Sakit Grace Square, New York, Amerika Serikat.
Jauh sebelumnya, Rasulullah sendiri menyatakan bahwa puasa itu menyehatkan; “berpuasalah, niscaya kamu akan sehat (shumu tashihhu). Hasil penelitian Alan Cott tersebut menjadi landasan ilmiah atas sabda Rasulullah beberapa abad sebelumnya. Bahkan dalam tradisi kedokteran puasa menjadi salah satu sarana dalam proses pengobatan pasien.
Sayangnya, sebagian besar dari kita belum memahami arti hakiki ibadah puasa tersebut. Kita seringkali mengartikan ibadah puasa sebatas pada menahan rasa lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Jika kita telaah lebih dalam inti dari puasa adalah pengendalian diri. Mampu mengendalikan diri merupakan ciri utama dari orang yang memiliki jiwa sehat. Rasulullah Saw bersabda, ”Puasa itu bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya puasa itu ialah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.” (HR Al Hakim)
Hadis di atas hendak menegaskan bahwa jika dilakukan dengan sungguh-sungguh ibadah puasa akan dapat mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar. Puasa menjadi ajang latihan jiwa agar semakin matang dan tegar dalam menghadapi berbagai kendala, godaan, dan tantangan kehidupan yang tidak jarang mengantarkan hidup seseorang pada jurang kehinaan. Dengan menjadikan ibadah puasa sebagai sarana latihan pengendalian diri seyogyanya kita dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita agar memiliki kekuatan untuk melawan berbagai godaan hawa nafsu yang bukan tidak mungkin dapat berujung pada perbuatan keji dan mungkar.
Dengan berpuasa orang akan terbebas dari beban rasa bersalah dan berdosa karena perbuatan di masa lalu sebagaimana hadis Rasulullah Saw, ”Barang siapa yang telah menjalankan ibadah puasa dengan sempurna serta ikhlas karena Allah semata, maka Allah mengampuni dosa-dosa tahun sebelumnya.” (HR Bukhari Muslim)
Rasa bersalah dan berdosa merupakan beban mental yang tidak baik bagi kesehatan jiwa, karena dapat membawa manusia jatuh pada keadaan stres, cemas, depresi, dan gangguan-gangguan jiwa lain. Selain itu, ibadah puasa melatih diri kita untuk tidak memenuhi kebutuhan pokok jasmani pada waktu yang biasa. Tentu bukan perkara mudah untuk melakukan hal itu. Namun, ketidakmudahan ini akan melatih kita untuk lebih tegar dalam menghadapi persoalan hidup. Ketika kita mampu mengatasi berbagai desakan kebutuhan pokok jasmani, maka secara perlahan-lahan persoalan kebutuhan jiwa akan dapat kita kendalikan pula dengan baik. Singkat kata, ibadah puasa dapat menjadi sarana detoksifikasi jiwa.
Betapa agungnya engkau wahai bulan Ramadhan yang di dalamnya terkandung kewajiban puasa! Jika seluruh penduduk bumi mampu mengenalmu dengan sebenar-benarnya, mungkin mereka akan menyebutmu sebagai bulan revolusi jiwa.***
Sumber : Kompasiana